Langsung ke konten utama

Perbedaan Tamanni dan Taroji dari Segi Nahwu dan Balaghoh



Oleh : Faizan Nesen (FDI UIN JAKARTA) & Aghnin Khulqi (BSA UIN JAKARTA)
Dalam ilmu nahwu, ketika sampai pada bab إن وأخواتها kita pasti akan menemui lafadz ليت dan لعل. Mau tidak mau, hal ini nantinya akan mengantarkan kita untuk mengenal istilah tamanni dan taroji. Berangkat dari hal ini, penulis hendak berbagi pengalaman serta pemikiran yang mungkin nantinya bisa dijadikan obrolan menarik di forum warkop sederhana atau bahkan dapat diangkat sebagai tema diskusi dan kajian mingguan.
Namun, sebelum melangkah lebih jauh, mari kita mengenal terlebih dahulu sebenarnya apa sih tamanni dan taroji itu?
Tamanni secara bahasa menurut mu’jam al wasiith bermakna قدره وأحب أن يصير إليه yang artinya kurang lebih menginginkan sesuatu terjadi. Sedangkan dalam istilah nahwu tamanni bermakna  طلب ما لا طمع فيه أو ما فيه عسرyang artinya meminta perkara yang tidak mungkin diharapkan atau sulit diwujudkan (tidak mungkin terjadi). Untuk lebih jelasnya, mari kita simak contoh berikut:
ألا ليت الشباب يعود يوما
“semoga masa muda bisa kembali lagi di suatu hari”.
Seperti yang terlihat, apa yang diharapkan oleh sang mutakallim pada contoh di atas tidak akan mengkin terjadi. Karena, bagaimanapun juga, waktu akan terus berjalan dan tidak akan mungkin kembali lagi. Begitu pula halnya masa muda yang menjadi objek pengharapan sang mutakallim pada contoh di atas, mustahil akan kembali. Penulis kira sampai disini penjelasan tentang tamanni sudah cukup jelas.
Selanjutnya, secara bahasa menurut mu’jam al raaid, taroji bermakna رجاه وترقبه وأمله yang berarti mengharapkan sesuatu, hampir seperti tamanni. Namun, ulama nahwu memberikan definisi lain untuk membedakan antara taroji dan tamanni yaitu ارتقاب شيء محبوب ممكن yang artinya mengharapkan sesuatu yang disenangi dan mungkin terjadi. Perhatikan contoh berikut:
لعل الحبيبة قادمة
“semoga sang kekasih datang”.
Objek pengharapan pada contoh di atas yaitu kedatangan sang kekasih masih memungkinkan untuk terjadi, karena kedatangan sang kekasih itu bukanlah hal yang mustahil. Kecuali jika Anda jomblo tentunya. Ngapain juga nunggu kalau situ jomblo, mau nunggu tukang cireng lewat? Wkwkwkwk.
Disini, kita dapat menyimpulkan bahwa antara tamanni dan taroji terdapat suatu perbedaan: kemungkinan terjadinya sesuatu yang diharapkan.
Lain halnya dalam ilmu balaghoh. Ketika kita mempelajari kitab jawahir al balaghoh, pada bab في حقيقة الإنشاء وتقسيمه tepatnya, kita akan menemukan pembahasan tentang pembagian insya, yang antara lain terbagi menjadi  إنشاء طلبي dan إنشاء غير طلبي.
Insya tholabi adalah kalam yang menuntut atau memerlukan suatu perkara terjadi pasca penuntutan. Dengan kata lain, mutakallim menghendaki sesuatu dari mukhotobnya dan sesuatu tadi belum ada/terjadi disaat mutakalim memintanya.
Sebaliknya, insya ghoiru tholabi adalah kalam yang tidak menuntut atau memerlukan sesuatu pasca penuntutan. Berbeda dengan insya tholabi, dalam insya ghoiru tholabi mutakallim tidak menuntut apapun dari mukhotobnya, artinya mutakalim hanya menghendaki mukhotobnya mendengarkan tanpa memintanya melakukan hal yang lain.
Selanjutnya, tamanni yang telah kita bahas di awal tadi di dalam balaghoh tergolong ke dalam insya tholabi, sedangkan taroji tergolong kedalam insya ghoiru tholabi.
Disinilah penulis menemukan hal yang sangat menarik untuk didiskusikan. Jika dicermati kembali, tamanni, yang di dalam pengertian ilmu nahwu berarti mengharapkan sesuatu yang hampir mustahil, justru di dalam ilmu balaghoh masuk kedalam kategori insya tholabi yang menuntut akan adanya mathlub (sesuatu yang dituntut) pasca kalam. Sedangkan taroji, yang masih memiliki kemungkinan untuk terjadi, justru masuk kedalam kategori insya ghairu tholabi yang tidak memerlukan mathlub.
Hal ini, menurut penulis, adalah sesuatu yang sangat janggal. Oleh karenanya, di salah satu pengajian balaghoh di pesantren luhur Sabilussalam bersama Prof. Dr. H. Dayat Hidayat M.A., guru besar Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis tidak menyia-nyiakan kesempatan bertanya kepada beliau.
Penjelasan dari beliau akan masalah ini adalah:
“Ilmu nahwu itu merpakan hukum akal, ketentuan-ketentuan; sedangkan balaghoh itu lebih mendahulukan makna kemudian baru menggunakan kalimat yang sesuai dengan keadaan. Tadi kenapa tamanni, yang mustahil terjadinya, di balaghoh justru termasuk ke dalam kategori tholabi sedangkan taroji yang ada kemungkinan untuk terjadi, di balaghoh justru termasuk dalam kategori ghoiru tholabi? (Hal itu) Karena kesungguhan pengharapan yang ada di tamanni itu lebih besar dibanding taroji. Kalau di logika, sesuatu yang mustahil itu justru akan menimbulkan pengharapan yang amat sangat untuknya. Dan sesuatu yang kemungkinan untuk terjadinya, kita tidak terlalu berharap sangat, karena kita tahu pasti kalau hal itu masih mungkin untuk terjadi”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEMAH BAHASA ARAB 2025 DPW 2 ITHLA: MERETORASI BAHASA ARAB SEBAGAI IDENTITAS PERADABAN DALAM DIALEKTIKA BUDAYA DAN TEKNOLOGI

Majalengka, 03 Agustus 2025 — Dalam rangka memperkuat peran Bahasa Arab sebagai identitas peradaban di era disrupsi digital, Ittihadu Thalabah al-Lughah al-‘Arabiyyah   bi indunisiya  (ITHLA) DPW 2 sukses menggelar Kemah Bahasa Arab selama tiga hari, terhitung dari tanggal 01 sampai dengan 03 Agustus 2025. Acara ini mengusung tema besar “Merestorasi Bahasa Arab sebagai Identitas Peradaban dalam Dialektika Budaya dan Teknologi”. Acara ini berlangsung di dua lokasi utama, yaitu Auditorium Pascasarjana Lt.3 UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon (UIN SSC) dan Bumi Perkemahan BCA Baligo, Majalengka. Kegiatan dimulai dengan Opening Ceremony yang turut dihadiri oleh tokoh penting akademik: Ketua Jurusan BSA UIN SSC, Erfan Ghazali, M.Si., serta Rektor UIN SSC, Prof. Dr. H. Aan Jaelani, M.Ag. Keduanya menyampaikan sambutan inspiratif mengenai urgensi pelestarian bahasa Arab di tengah tantangan zaman. Tak lupa Sekretaris Jurusan BSA UIN SSC, Rijal Mahdi, Lc., M.A. Sekretaris Jurusan PBA UIN ...

KEPENULISAN ILMIAH : MENEMBUS JURNAL NASIONAL DAN INTERNASIONAL

  Diselenggarakan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ITHLA DPW II (DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten) Minggu, 12 Oktober 2025 - Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ITHLA DPW II sukses menyelenggarakan Webinar Kepenulisan Ilmiah pada pukul 13.00 WIB secara daring via zoom. Acara ini diisi dengan pemateri yang luar biasa yaitu Dr. Fatchiatuzahro, M.Pd.I, Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Arab IUQI Bogor. Bersama moderator yang memandu sesi diskusi kali ini, Muhammad Ridwan yang merupakan anggota Dept. Penelitian dan Pengembangan, acara ini berjalan dengan lancar. Webinar kali ini tak kalah seru dari webinar-webinar sebelumnya, dimana webinar kali ini juga sukses menarik antusiasme yang tinggi dan tujuan dilaksanakan webinar ini juga berhasil tersampaikan. Tujuan utamanya yakni membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan praktis yang esensial dalam kepenulisan ilmiah, dengan fokus utama pada strategi untuk mempublikasikan hasil penelitian atau kajia...